Senin, 13 Juli 2009

wortel

Proses Sulfitasi Dalam Mempertahankan Sifat Mutu Tepung Wortel
Kamis, 7 Mei 2009

Doddy A. Darmajana

Wortel (Daucus carota L.) adalah salah satu komoditi sayuran yang digemari dan banyak manfaatnya bagi manusia Penanganan pasca panen umbi wortel selain disimpan segar dalam suhu dingin, dapat juga diproses menjadi bentuk lain. Pengolahan umbi wortel menjadi tepung wortel merupakan salah satu proses untuk menyimpan wortel lebih tahan lama dan penguunaan yang lebih beragam. Dalam pembuatan tepung wortel terdapat perlakuan pemtongan (pengecilan ukuran) dan pengeringan. Kedua proses tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perubahan warna dan sifat mutu lainnya. Untuk itu telah dilakukan penelitian dengan tujuan mempelajari perlakuan perendaman dalam garam sulfit (sulfitasi) dalam upaya mempertahankan sifat mutu dalam pembuatan tepung wortel. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan konsentrasi garam sulfite (Na2SO3). Setiap perlakuan diulang 3 kali. Parametersifatmutu yang diamati meliputi warna, sifat organoleptik (penerimaan konsumen) dan kadar air. Masing-masing parameter duji banding dengan metode Least Significant Different dari Duncan�s. Hasil uji menunjukkan bahwa perlakuan dengan konsentrasi Na2SO3 500 ppm menghasilkan nilai warna L (lightness-darkness) paling rendah yaitu 64,27. Nilai tersebut paling dekat dengan nilai wortel segar, yaitu 41,95. Sedang nilai a (redness-browness): 21,44 dan b(blueness-yellowness): 27,87. Nilai warna ini bila diuji dengan uji kesukaan konsumen (hedonik) menperoleh nilai 3,07 yang berarti disukai oleh konsumen.

Prosiding -
No. arsip : TTGLIPI-08011

wortel dan subtitusi pada ikan

Fatimah Abdillah. F24102035 | Penambahan Campuran Tepung Wortel dan Z: Karagenan untuk Meningkatkan Kadar Serat Pangan pada Nugget Ikan Nila (Oreochromis sp.). Dibawah Bimbingan Prof. Dr. In Made Astawan, MS. 2006. (G.06/50)
________________________________________

Tahun : 2006
Halaman : 74 Hal.
RINGKASAN

Produk beku slap saji merupakan suatu produk yang telah mengalami proses pemanasan kemudian dibekukan. Salah satu produk beku slap saji adalah nugget ikan nila. Pembuatan nugget ikan nila dengan penambahan tepung wortel dan karagenan sebagai sumber serat pangan merupakan salah satu alternatif untuk mencatasi kesulitan anak-anak dalam mengkonsumsi sayuran Berta memenuhi tuntutan konsumen untuk tersedianya produk pangan yang praktis, lezat, bergizi clan memiliki sifat fungsional yang balk.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan potensi somber daya perikanan darat, tenitama ikan nila menjacli salah satu produk makanan beku yang slap saji yaitu nugget ikan. Selama ini produk nugget ikan komersial bahan bakunya hanya berasal dari ikan laut, padahal isu yang berkembang saat ini adalah banyaknya ikan laut segar yang clitangkap, clan dig-wetkan dengan menggunakan formalin. Penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan produk beku slap saji, terutama nugget ikan nila, dengan mengetahui tingkat
nugget - Z:7 C> penambahan tepung wortel dan karagenan dalam. foniiulasi.
Pada nugget yang diberi enam kelompok perlakuan (enam formula) dilihat pengaruh konsentrasi tepung wortel dan karagenan terhadap, sifat organoleptik secara keseluruhan. Konsentrasi tepung wortel terdiri dari tiga taraf yaitu 10, 12.5 dan 15 % dari total daging. Sedangkan jumlah karagenan terdiri dari dua taraf
0 Sedangka
0.5 % dan 1 % dari total daging. Anailsl~; klmia. dan fisik ,111akukan hanya ZD I>
pada nugget ikan dengan penenmaan terbaik dan nugget ikan kontrol (tanpa perlakuan).
Rendemen tepung wortel yang diperoleh dari hasil peneiitian pendahuluan ZD
adalah 7.4 %. Nilai renclemen tepung wortel tersebut sangat diperiloaruh' oleh kadar air wortel. Hasil uji hedonik dan uji ranking menunjukkan bahwa nugget

PENGARUH PENAMBAHAN DEKSTRINTERHADAP KUALITAS SARI WORTEL INSTAN

PENGARUH PENAMBAHAN DEKSTRINTERHADAP KUALITAS SARI WORTEL INSTAN

Oleh: WIWIK RAHAYUNINGDYAH (99730042)
Agroindustri
Dibuat: 2004-06-28 , dengan 3 file(s).

Keywords: WORTEL INSTAN

Wortel (Daucus carota) merupakan kelompok tanaman sayuran umbi. Setiap 100 gram mentahnya, wortel mengandung 12.000 SI vitamin A, 39 mg kalsium dan 37 mg fosfor. Seperti pada komoditas sayuran lainnya, wortel juga mudah sekali rusak. Untuk itu diperlukan penanganan pasca panen yang tepat. Salah satu penanganannya yaitu diolah menjadi produk sari wortel instan, karena produk akan lebih praktis apabila dikonsumsi dalam bentuk instan. Pada pengolahannya, diperlukan teknik enkapsulasi yang bertujuan untuk melindungi kandungan gizi yang sensitif terhadap kerusakan (proses oksidasi), melindungi pigmen serta meningkatkan kelarutan. Teknik enkapsulasi diperlukan, karena pengeringan produk menggunakan spray dryer. Untuk bahan enkapsulat yang digunakan adalah dekstrin, karena memiliki sifat yang dapat larut dalam air, dapat melindungi senyawa volatil dan senyawa yang peka terhadap panas atau oksidasi (lebih stabil terhadap suhu panas).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan dekstrin pada konsentrasi yang berbeda terhadap kualitas sari wortel instan dan untuk mendapatkan sari wortel instan dengan kualitas yang baik.
Hipotesis dari penelitian ini adalah diduga ada pengaruh penggunaan dekstrin pada konsentrasi yang berbeda terhadap kualitas sari wortel instan dan dan dapat menghasilkan sari wortel instan dengan kualitas yang baik.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Bioteknologi UMM, dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian UNIBRAW. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai Maret 2004.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain spray dryer (buatan Nelly Agustini, 2001), Color Rider Tipe ACS Datacolor Chroma Sensor 3, timbangan, botol timbang, oven, eksikator, krus porselin, muffle, erlenmeyer, pendingin balik, kertas saring, kertas pH, spatula, spektrofotometer, dan desikator, untuk bahan baku wortel diperoleh dari petani langsung di desa Tulungrejo (Batu), sedangkan bahan kimia yang digunakan antara lain dekstrin, gom arab yang diperoleh dari toko kimia Bratachem.
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Sederhana dengan faktor tunggal, yaitu konsentrasi dekstrin dengan 5 level (10%, 20%, 30%, 40%, 50%) dan gom arab 30% sebagai kontrol, masing-masing diulang 3 kali. Parameter yang diamati meliputi warna, kelarutan, rendemen,vitamin A, kadar air, serat kasar, gula reduksi, dan organoleptik (warna, aroma, rasa).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan penambahan dekstrin 50% menghasilkan sari wortel instan yang lebih baik, dimana untuk sifat intensitas warna (L) 57,18, ( a) 34,03, (b ) 34,77, rendemen 15,99%, kelarutan 25,97%, vitamin A 3387,00 SI, kadar air 0,86%, serat kasar 0,78% dan gula reduksi 2,63%. Secara organoleptik menunjukkan bahwa sari wortel instan yang dihasilkan sudah dapat diterima oleh konsumen, karena untuk warna, rasa dan aroma memiliki kisaran cukup disukai sampai disukai oleh panelis.

subtitusi tepung terigu

AJIAN SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN UBI JALAR (Ipomea batatas)
DAN LAMA FERMENTASI ADONAN PADA KARAKTERISTIK ROTI MANIS
Anjar Eni

INTISARI

Dalam usaha untuk diversifikasi pangan dan meningkatkan daya guna pemanfaatan ubi jalar kuning, dilakukan penelitian tentang kajian substitusi tepung terigu dengan ubi jalar kuning dan lama fermentasi adonan pada karakteristik roti manis dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang rasio ubi jalar dan tepung terigu yang tepat sehingga masih dapat diterima konsumen, baik secara organoleptik maupun kandungan gizinya, mengetahui sifat fisika dan kimia roti yang disubstitusi dengan ubi jalar dan mengetahui lama fermentasi adonan roti tersubstitusi dengan ubi jalar yang paling tepat.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktorial, dengan dua faktor yaitu substitusi ubi jalar kuning yang terdiri dari 4 taraf yaitu substitusi tepung terigu dengan ubi jalar kuning 0%, 15%, 30%, dan 45% serta lama fermentasi 45 menit, 60 menit dan 75 menit.

Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam (ANOVA) dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan diuji dengan jarak berganda Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada jenjang 5%.

Parameter yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar b-karoten, kadar gula reduksi dan volume pengembangan. Uji organoleptis meliputi warna, rasa, rasa manis, tekstur, kesukaan keseluruhan dan keseragaman pori.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar substitusi tepung terigu dengan ubi jalar kuning maka kadar air, kadar abu, kadar b karoten semakin meningkat dan kadar gula reduksi dapat meningkat atau menurun tergantung dari aktivitas yeast, sedangkan kadar protein dan volume pengembangan cenderung menurun. Lama fermentasi yang semakin lama menghasilkan volume yang semakin besar.

Substitusi tepung terigu dengan ubi jalar kuning 15% dan lama fermentasi 60 menit merupakan roti yang paling disukai oleh panelis yang didukung dengan kadar air 26,08400%, kadar abu 2,05067%, kadar protein 34,86667%, kadar b karoten 8,09533 mg/g, kadar gula reduksi 16,70667% dan volume pengembangan 100%, warna roti kekuningan, rasa ubi jalar kuning tidak begitu nyata, rasa manis yang sesuai selera dan tekstur yang empuk serta keseragaman pori yang seragam.

Kata Kunci : tepung terigu, ubi jalar, substitusi, fermentasi, roti manis.

SUBSTITUSI PARSIAL TEPUNC WORTEL TERHADAP TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN BISKUIT TINGGI SERAT MAKANAN DAN B-KAROTEN

SUBSTITUSI PARSIAL TEPUNC WORTEL TERHADAP TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN BISKUIT TINGGI SERAT MAKANAN DAN B-KAROTEN

Oleh: Astuti, Sussi
Fakultas Pertanian
Dibuat: 2006-10-03 , dengan 1 file(s).

Keywords: Tepung
Subject: TEPUNG TERIGU
Call Number: 664.706 88 Ast s

ABSTRAK : Wortel merupakan jenis sayur yang sering dikonsumsi masyarakat,
tergolong sebagai sayuran sumber serat makanan yang tinggi, merupakan sumber
antioksidan alami, kandungan (3-karoten wortel cukup tinggi sehingga dapat
menjadi alternatif pengentasan kekurangan vitamin A dalam jangka panjang,
mudah diperoleh dan murah harganya. Berdasarkan potensi tersebut, dilakukan
penambahan tepung wortel dalam pembuatan biskuit sehingga diperoleh biskuit
hasil suplementasi tepung wortel yang tinggi serat dan 13-karoten.
Penelitian ini bertujuan untuk (I) Mempelajari pembuatan tepung world,
(2) Menganalisis kandungan zat gizi tepung wortel, (3) Mengetahui pengaruh
substitusi tepung world terhadap penerimaan biskuit dengan uji organoleptik, (4)
Mengetahui pengaruh substitusi tepung wortel terhadap sitat kimia biskuit.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk biskuit dengan
kandungan serat makanan dan (3-karoten yang tinggi untuk meningkatkan
konsumsi serat dan P-karoten melalui pemanfaatan sayur dalam pembuatan
produk pangan yang menyehatkan.
Penelitian dilakukan melalui dua tahapan; tahap pertama pembuatan
tepung wortel dan menganalisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu,
kadar f3 -karoten, kadar serat larut dan kadar serat tidak larut tepung wortel, serta
penentuan tingkat substitusi tepung wortel terhadap tepung terigu pada biskuit
melalui metode uji coba (trial and error). Tahap kedua adalah pembuatan biskuit
dengan substitusi tepung wortel terhadap tepung terigu sebagai sumber serat dan
f3-karoten menggunakan formulasi yang diperoleh pada tahap pertama, melakukan
uji organoleptik terhadap formula biskuit yang dicobakan, analisis kimia terhadap
produk hiskuit yang dihasilkan, serta penentuan formulasi hiskuit yang terhaik.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan zat giri tepung wortel
adalah kadar air 8.20%, kadar protein 4.75 %, kadar lemak 0.55%, kadar abu
4.80%, kadar serat larut 4.88%, kadar serat tidak larut 24.35%, kadar serat total
28.32% dan kadar /1- karoten 44.9212 μg/g. Substitusi tepung wortel terhadap
tepung terigu pada keempat perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar air,
kadar protein, kadar abu, kadar serat larut, kadar serat tidak larut, kadar serat total,
warna, rasa dan kerenyahan, serta tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak
dan aroma. Biskuit terbaik dengan substitusi tepung wortel 30 % mempunyai
kadar air 4.54 %, kadar protein 7.49 %, kadar lemak 23.36 %, kadar abu 3.02 %,
kadar serat larut 4.45 %, kadar serat tak larut 6.28 %, kadar serat total 10.73 %;
skor warna 3.81 (suka), aroma 3.29 (biasa), rasa 3.67 (suka), dan kerenyahan 3.85
(suka); sedangkan kadar f-karoten sebesar 15.984 μg/g.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Lampung, Nomor Kontrak : 097/P4T/UPPM/UMSKW,SOSAG/Ill/2004)

Translation:
Carrot is a vegetable that frequently consumed by people, classified as
high fiber sources, source of natural antioxidant, having high 13-carotene content,
able to use as alternative solution for long-term vitamin A deficiency, available in
everywhere and low in price. According to the potency, adding carrot flour into
biscuit production will result high fiber and 13-carotene content of biscuit.
The research's objectives are : (I) to study carrot flour making, (2) to
analyze nutrient content of carrot flour, (3) to examine substitution effect of
carrot flour on biscuit acceptance with organoleptic test, and (4) to study
substitution effect of carrot flour on chemical properties of biscuit.
The result would be expected produce biscuit product with high level
content of' dietary fiber and (3-carotene in order to increase consumption of dietary
fiber and (3-carotene through vegetable use in making healthy food product.
The research will be conducted in two phases. The first phase is carrot
flour production and content analysis of some component including such as water,
protein, fat, ash, 13-carotene, soluble dietary fiber and insoluble dietary fiber in
carrot flour, and determination of substitution level of carrot flour for wheat flour
in biscuit using trial and error methods. The second phase is biscuit production
with substitution of carrot flour for wheat flour as dietary fiber and (3-carotene
sources using formulation as determine in the first phase, conducting organoleptic
test on experimented biscuit formula, chemical analysis on biscuit product and
determine the best biscuit formulation.
The result indicated that the nutrient content of carrot flour is such as
follow: water (8.20 %), protein (4.75 %), fat (0.55%), ash (4.80%), soluble dietary
fiber (4.88%), insoluble dietary fiber (24.35%), total dietary fiber (28.32%) and [3-
carotene is 44.9212 μg/g. Substitution of carrot flour for wheat flour on the fourth
treatment has significant effect on water contend, protein, ash, soluble dietary
fiber, insoluble dietary fiber, total dietary fiber, color, taste and crispy and havingno significant effect on fat content and smell. The best biscuit with substitution of
carrot flour 30% has water content (4.54%), protein (7.49%), fat (23.36%), ash
(3.02%), soluble dietary fiber (4.45%), insoluble dietary fiber (6.28%), total
dietary fiber (10.73%), color score 3.81 (like), smell 3.29 (neutral), taste 3.67
(like) and crispy 3.85 (like) , while [3-carotene content is 15.984 μg/g.
(Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
Lam pu ng, Nomor Kontrak : 097/P4T/UPI'M/DMSKW,SOSAC/111/2004)

analisis karotein

1. Pengujian Kadar Karoten (AOAC, 1975 dalam Anonymous, 2002d)
• Mengekstrak pigmen dalam bahan
1. Timbang teliti lebih kurang 5 gram bahan yang akan diperiksa
2. Bahan dihaluskan dalam mortar secara cepat dengan bantuan sedikit pasir
3. Tambahkan 5 ml petroleum eter dan 5 ml aseton dan digerus terus secara cepat. Masukkan larutan kedalam labu takar
4. Ulangi pekerjaan ini 3 kali masing-masing menggunakan 4 ml
5. Tambahkan petrolium eter dalam labu ukur hingga tanda tera
6. Pekerjaan ini dilakukan diruang gelap atau labu takar yang dibalut dengan kertas karbon.

• Menyiapkan Kolom Kromatografi
1. Bagian bawah pipa gelas disumbat dengan glass wool
2. Dalam pipa gelas melalui bagian atas diisi campuran aluminia dan natrium sulfat anhidrit setinggi 5 cm. Buatlah 2 kolom kromatografi untuk perlakuan duplo
3. Kolom tersebut dipasang vertikal pada statif
4. Siapkan dibagian bawah kolom sebuah labu takar (untuk menampung cairan yang keluar dari kolom)
5. Masukkan 10 ml ekstrak pigmen kedalam kolom kromatografi
6. Setelah ekstrak pigmen dalam kolom habis, masukkan petrolium eter kedalam kolom, sampai larutan keluar dari kolom menjadi tidak berwarna
7. Eluat dalam labu takar ditambah ditambahkan petrolium eter sampai tanda tera
8. Eluat yang mengandung karoten dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm

Perhitungan : Kadar Kadar karoten ( ppm) : V¬¬2 x V A
V1 x 0.25 dB
Keterangan:
• B : Berat bahan dalam gram
• d : Diameter kuvet yang akan digunakan ( 1cm )
• V1 ¬: Volume larutan ekstrak yang akan dimasukkan kedalam kolom (ml)
• V2 : Volume eluat ( ml )
• V : Volume ekstrak pigmen ( ml )
• A : Absorbansi larutan eluat pada panjang gelombang 450 nm





Pengujian Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal bebas ( Tang et al, 2002 dalam Tranggono, dkk, 2005 )

1. Sampel sebanyak 5 gram kemudian ditambahkan 250 ml etanol 95%.
2. Sampel dalam etanol 95 % dihancurkan dan difortek untuk melarutkan sampel dengan etanol 95 %.
3. Selanjutnya larutan tersebut disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan ekstrak antioksidan dengan endapan.
4. Sebanyak 0.2 mM larutan 1,1 –diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) dalam etanol dipersiapkan , kemudian 1 ml dari larutan ini ditambahkan dengan 4 ml ekstrak antioksidan (tingkat berkurangnya warna dari larutan menunjukkan efisiensi penangkap radikal).
5. Diamkan sampai 10 menit , kemudian ukur absorbansinya pada λ = 517 nm.
6. Aktivitas scavenger radikal bebas dihitung sebagai presentase berkurangnya warna DPPH dengan menggunakan persamaan :

Aktivitas penangkap radikal bebas : 100 x (1 - )
Keterangan A : Absorbansi sampel
B : Absorbansi kontrol

Prosedur Analisa Komponen Gula dengan HPLC (Suhardi, 1993)

3.1 Prosedur Analisa Komponen Gula dengan HPLC (Suhardi, 1993)
Cara Kerja:
Kolom : AMINEXHPX-87H, 300 mm x 7,8 mm resin ion eksklusi
Flow rate : 0,5 ml/menit
Detektor : RID (Reflective Index Detector) 156
Mobile Phase : Aquadest Dmin Bebas Ion; atau Aquabides.
Konsentrasi Asam Sulfat (H2SO4) 0,01 N
Merk : Beckman
Suhu : Max 50C dengan tekanan pompa saat operasi 344 psi
Sistem Elusi : Isokratik
Waktu : 15 menit
Preparasi Sampel:
1. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dipindahkan ke dalam tabung sentrifus polietilen sebanyak 50 ml
2. Sampel bebas lemak ditambahkan 20 ml campuran etanol absolut:air (80:20), dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80C selama 30 menit. Selain itu disentrifus dengan kecepatan minimum 2000 rpm selama 10 menit
3. Supernatan yang didapat ditambahkan larutan Pb-asetat 10% sebanyak 2 ml. Kemudian disentrifus lagi dan dipisahkan supernatannya
4. Endapan yang didapat ditambah 20 ml campuran etanol absolut:air (80:20) dikocok dan disentrifus, supernatannya digabung dengan supernatan yang didapat sebelumnya
5. Gabungan supernatan diuapkan dengan rotari evaporator sampai volume  10 ml. Kelebihan Pb-asetat dihilangkan dengan menambahkan Na-oksalat 5% sampai tidak terjadi endapan
6. Larutan dimasukkan kedalam labu takar 25 ml lalu ditambahkan etanol absolut:air (80:20) sampai tanda
7. Setelah dikocok sampai homogen, kemudian disaring dengan millex
8. Selanjutnya contoh siap diinjeksikan ke dalam HPLC
9. Dibuat kurva standar gula: sukrosa, glukosa, fruktosa masing-masing 1000; 750 dan 500 ppm, volume injeksi 10 l
10. Perhitungan kadar gula didasarkan pada interpolasi dari kurva standar dengan menggunakan regresi linier
Cara Kerja Alat:
1. Pasang kolom sesuai dengan komponen yang akan dianalisa
2. Siapkan eluen (mobile phase) H2SO4 0,01 N, yang akan digunakan dalam botol (eluen telah disaring dengan kertas saring 0,45 m)
3. Masukkan selang inlet dari unit HPLC ke dalam botol eluen
4. Hidupkan stop kontak ke sumber arus bertegangan 220 V
5. Hidupkan unit alat (pompa, detektor, dan rekorder) dengan menekan tombol ON
6. Atur program (flow rate) sesuai yang diinginkan dan hilangkan gelembung udara yang terikut dalam selang
7. Hidupkan lampu detektor dan atur panjang gelombang yang diinginkan
8. Berikan waktu untuk kondisioning sampai diperoleh garis dasar (bare line) yang rata
9. Suntikkan sampel (sudah disaring dengan filter 0,45 m) kedalam injektor port. Pada saat yang bersamaan tekan tombol start pada rekorder
10. Diamkan beberapa saat sampai semua komponen yang diinginkan keluar ke dalam kromatogram di dalam rekorder
11. Bandingkan dengan standar yang diinjeksikan dengan volume yang sama dengan volume sampel
Cara Mematikan Alat:
1. Cuci kolom dengan cara mengalirkan eluen dengan flow rate 0,2 ml/menit selama 10 menit. Kemudian kolom dicuci dengan etanol selama 10 menit dengan flow rate yang sama. Kolom dilepas kemudian disimpan
2. Matikan lampu detektor
3. Matikan pompa
4. Matikan unit HPLC dengan menekan tombol OFF
5. Cabut semua stop kontak dengan sumber arus





METODE ANALISA PATI/AMILUM PADA SAMPEL CAIR: SEPERTI: NIRA TEBU, NIRA KELAPA, NIRA SIWALAN, JUICE BUAH dsb nya.

Lakukan metode analisa sebagai berikut:
Preparasi sampel:
1. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dan dipindahkan ke dalam tabung sentrifus polietilen sebanyak 50 ml
2. Sampel bebas lemak ditambahkan 20 ml campuran etanol absolut:air (80:20), dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifus, kemudian dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80C selama 30 menit. Selain itu disentrifus dengan kecepatan minimum 2000 rpm selama 10 menit
3. Supernatan yang didapat ditambahkan larutan Pb-asetat 10% sebanyak 2 ml. Kemudian disentrifus lagi dan dipisahkan supernatannya
4. Endapan yang didapat ditambah 20 ml campuran etanol absolut:air (80:20) dikocok dan disentrifus, supernatannya digabung dengan supernatan yang didapat sebelumnya
5. Supernatan dipakai untuk penetapan atau analisa profil gula (monosakarida dll), endapan dipakai untuk analisa pati/amilum.
6. Residu/endapan dicuci beberapa kali dengan aseton, endapan/residu diuapkan dgn vacuum oven suhu 70 oC. Resdiu dihaluskan timbang 300 – 400 mg dan dilarutkan dengan aquabides 10 ml.
7. Campuran dididihkan dengan waterbath 4 jam. Setelah dingin tambahkan larutan buffer asetat 0,3 ml dan tambahkan 0,4 ml ensim amiloglukosidase (6100 unit/ml. Sigma Chemical, St. Louis) dan beberapa tetes toluene. Campuran di inkubasi pada 37 oC selama 24 jam.
8. Campuran di pi dahkan ke 50 ml labu ukur secara kuantitatif dan ditambahkan etanol 85% sampai garis batas.
9. Campuran disaring dengan whatman 541. Filtrat sebanyak 25 ml diuapkan dengan vacuum evaporator suhu 40 oC sampai diperoleh filtrate 3 – 5 ml.
10. Sebaiknya filtrate disaring dengan seperangkat alat ultrafiltrasi. Jangan gunakan kertas whatman, agar umur kolom HPLC bisa lama dan kromatogram yang diperoleh lebih bagus.
11. Sampel di injeksikan pada mesin HPLC untuk analisa gula dan kadar pati dalam sampel di hitung
12. Kadar pati di hitung (g/100 g bahan)
Luas area peak SPL X vol STD X kons. STD (g/100 g) X Total residu (mg) X 1.000
Luas area peak STD X vol STL X SPL. residu (mg) X SPL awal (g) X 55

Catatan: SPL = sampel; STD = standart; peak = area luas permukaan puncak.

Makalah Tentang Perkembangan PENGAWETAN DAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN

erikut adalah makalah tentang perkembangan PENGAWETAN DAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.

Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makana yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia?

Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat saat ini mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun makaan dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi. Problematika mendasar pengolahan makanan yang dilakukan masyarakat lebih disebabkan budaya pengelohan pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai gizi, serta keterbatasan pengetahuan sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah pemenuhan dan pengolahan bahan pangan terabaikan, Industri makanan sebagai pelaku penyedia produk makanan seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya berorientasi profit oriented dalam menyediakan berbagai produk di pasar sehinngga hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahan dalam pengolahan bahan makanan untuk masyarakat diantaranya seperti kasusu penggunaan belpagai bahan tambahan makanan yang seharusnya tidak layak dikosumsi,

kasus yang paling menyeruak dikalangan masyarakat baru-baru ini ialah penggunaan formalin dan borak dibeberapa produk makanan pokok masyarakat dengan bebrbagai dalih untuk menambah rasa dan keawetan makana tanpa memperdulikan efek bahan yang digunankan terhadap kesehatan masyarakat, hal inilah yang mendorong diperlukannya berbagai regulasi/peraturan dari instansi terkait Agar dapat melindungi konsumen dari pelbagai masalah keamanan pangan dan industri pangan diindonesia. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang bernaung di bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian juga dilakukan oleh Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Perindustria rekonstruksi budaya Selain itu diperlukan juga adanya rekonsruksi budaya guna merubah kebiasaan dan memberikan pemaham kepada masyarat akan pentingnya gizi bagi keberlangsungan kehidupan

Rumusan Masalah

1.

Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang ideal bagi masyarakat?
2.

Apa permasalahan gizi yang dihadapi dalam pengolahan dan pengawetan bahan makanan?
3.

Bagaimana Upaya pengolahan dan pengawetan bahan makana dalam mempertahankan tekstur rasa, dan nilai gizi yang terkandung didalamnya
4.

Bahan tambahan makanan (zat aditif ) apakah yang dapat dijadikan bahan untuk pengolahan dan pengawetan bahan makanan
5.

bagaimana pengaruh penggunaan bahan aditif terhadap kesehatan masyarakat?

Tujuan

1.

Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan makanan yang ideal sekaligus implementasinya
2.

Untuk mengetahui pelbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pengolahan dan pengawetan bahan makanan
3.

untuk mengetahui strategi dan upaya dalam mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
4.

untuk mengetahui berbagai bahan tambahan makanan (BTM) yang aman digunakan dalam pengolahan dan pengawetan makanan.
5.

untuk mengetahui pengaruh bahan aditif makanan terhadap kesehatan masyarakat.

PEMBAHASAN

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan

Pendinginan

Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah.

Pengeringan

pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.

Pengemasan

Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.

Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril. Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.

Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang - lubang . Plastik ini sangat penting penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu. Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.

Pengalengan

Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai.

Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.

Penggunaan bahan kimia

Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis, dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang nyaman.

Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah. Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan buah leci dapat dikurangi bila buah - buahan tersebut direndam dalam larutan binomial hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.

Pemanasan

penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas 1000 C.

g.Teknik fermentasi

.fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.

Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan. tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L brevis,dll

Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan terhambat.

Di beberapa kawasan Indonesia, tanpa disadari makanan hasil fermentasi laktat telah lama menjadi bagian di dalam menu makanan sehari-hari. Yang paling terkenal tentu saja adalah asinan sayuran dan buah-buahan. Bahkan selama pembuatan kecap, tauco, serta terasi, bakteri laktat banyak dilibatkan. Bekasam atau bekacem dari Sumatera bagian Selatan, yaitu ikan awetan dengan cara fermentasi bakteri laktat, bukan saja merupakan makanan tradisional yang digemari, tetapi juga menjadi contoh pengawetan secara biologis yang luas penggunaannya. (F:\Suara Merdeka Edisi Cetak.mht)

h.Teknik Iradiasi

Iradiasi adalah proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan. Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara sengaja dan terarah. Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi buatan.

Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan radiasi pengion, contoh radiasi pengion adalah radiasi partikel ,dan gelombang elektromagnetik  Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling banyak digunakan (Sofyan, 1984; Winarno et al., 1980).

Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah : sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37) dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.

Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan. Seringkali untuk tiap jenis pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kalau jumlah radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan tercapai. Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat diterima konsumen

Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas. Hal yang membahayakan bagi konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses iradiasi.

Tabel 5. Penerapan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan

Tujuan


Dosis (kGy)


Produk

Dosis rendah (s/d 1 KGy)

Pencegahan pertunasan

Pembasmian serangga dan parasit

Perlambatan proses fisiologis



0,05 - 0,15

0,15 - 0,50

0,50 - 1,00


Kentang, bawang putih, bawang bombay, jahe,

Serealia, kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan, daging kering

Buah dan sayur segar

Dosis sedang (1- 10 kGy)

Perpanjangan masa simpan

Pembasmian mikroorganisme perusak dan patogen

Perbaikan sifat teknologi pangan


1,00 - 3,00

1,00 - 7,00

2,00 - 7,00


Ikan, arbei segar

Hasil laut segar dan beku, daging unggas segar/beku

Anggur(meningkatkan sari), sayuran kering (mengurangi waktu pemasakan)

Dosis tinggi1 (10 - 50 kGy)

Pensterilan industri

Pensterilan bahan tambahan makanan tertentu dan komponennya


10 - 50


Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap hidang, makanan steril

1 Hanya digunakan untuk tujuan khusus. Komisi Codex Alimentarius Gabungan FAO/WHO belum menyetujui penggunaan dosis ini

Hasil penelitian mengenai efek kimia iradiasi pada berbagai macam bahan pangan hasil iradiasi (1 - 5 kGy) belum pernah ditemukan adanya senyawa yang toksik. Pengawetan makanan dengan menggunakan iradiasi sudah terjamin keamanannya jika tidak melebihi dosis yang sudah ditetapkan, sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh FAO-WHO-IAEA pada bulan november 1980. Rekomendasi tersebut menyatakan bahwa semua bahan yang diiradiasi tidak melebihi dosis 10 kGy aman untuk dikonsumsi manusia.

Untuk memastikan terdapatnya tingkat keamanan yang diperlukan, pemerintah perlu mengundangkan peraturan, baik mengenai pangan yang diiradiasi maupun sarana iradiasi. Peraturan tentang iradiasi pangan yang sampai sekarang digunakan antara lain adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 826 Tahun 1987 dan No. 152 Tahun 1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No. 7 Tahun 1996.

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0303/20/232600.htm

Permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan

Pada pengolahan bahan pangan zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan dapat mengalami kerusakan bila di olah, karena zat itu peka terhadap PH pelarut, oksigen, cahaya dan panas atau kombinasinya. Unsu-unsur minor terutama tembaga, besi, dan enzim dapat mengkatalisis pengaruh tersebut. Bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain. Di dalam masyarakat ada beberapa macam cara pengolahan dan pengawetan makanan yang di lakukan kesemuanya untuk meningkatkan mutu makanan yang di maksut dengan tudak mengurangi nilai gizi yang di kandungnya. Pada dasarnya bahan makanan diolah dengan tiga macam alasan:

1.

Menyiapkan bahan makanan untuk dihidangkan
2.

Membuat produk yang di kehendaki termasuk di dalamya nutrifikasi bahan makanan, (contoh: roti)
3.

Mengawetkan, mengemas dan menyimpan (contoh: pengalengan)

Pengolahan makanan di lakukan dengan maksut mengawetkan, lebih intensif dari pada memasak biasa kecuali bahan makanan harus di masak, juga misalnya pada canning, makanan itu harus di sterilkan dari jasad renik pembusuk. Untuk beberapa jenis makanan, waktu yang di perlukan untuk proses itu cukup lama, sehingga dapat di pahami mengapa kadar zat makanan dapat menurun, akan tetapi dengan penambahan zat makanan (nutrien) dalam bentuk murni sebagai pengganti yang hilang maka hal seperti di atas dapat di atasi.

1. Pengolahan bahan makanan untuk menyiapkan bahan makanan siap hidang

Bahan makanan yang di olah sebelum di masak.

Bahan makanan segar dapat langsung di masak dan kemudian di hidangkan, akan tetapi ada pula bahan makanan yang harus melalui beberapa cara pengolahan tertentu sebelum dapat di masak, misalnya beras. Untuk memperoleh beras dari padi, padi itu harus di giling atau di tumbuk terlebih dahulu. Setelah di giling, beras ini memiliki beberapa proses pengolahan lainya seperti di simpan, di angkut, di cuci dan sebagainya. Pada proses pengilingan yang di lakukan dengan cara yang kurang hati-hati dapat terjadi hasil dengan kualitas rendah, karena butir beras menjadi kecil (beras menir) sehingga terbuang pada proses pemisahan dengan butir yang tidak pecah. Cara menggiling yang terlalu intensif, sehingga menghasilkan beras yang putih bersih (polished rice) sangat merugikan karena bagian-bagian yang mengandung zat makanan dalam konsentrasi tinggi (lembaga dan kulit ari) turut terbuang. Sebaliknya beras seperti itu tahan lama, sehingga masih di gemari pula.

Presentase beras pecah waktu penggilingan cukup tinggi berkisar antara 8%, ke atas. Hanyalah pecahan butur-butir kecil, yang ikut terbuang bersama dedak, atau di pisahkan dengan saringan dari beras yang di jual kepada para kelas pekerja. Sebagian besar dari butir-butir yang pecah di saring dari derajat kualitas beras yang di jual para pedagang sebagai beras kualitas tinggi. Bila pembuangan dengan di pertahankan di bawah 8%, hanya butir-butir pecahan kecil saja yang di buang, maka hasil dari asal seharusnya 65% berupa beras giling ringan yang mengandung thiamin 2 ug per gram. Berbeda halnya dengan beras yang di peroleh melalui proses penggilingan, pada proses beras yang hanya di peroleh dari hasil penumbukan hasilnya beras tumbuk tersebut tidak tahan lama, tetapi dengan cara menumbuk berbagai zat makanan yang terdapat dalam lembaga dan kulit ari sebagian besar dapat di pertahankan, sebagai jalan tengah beras dapat di giling dengan cara setengah giling (half milled rice).

Bahan makanan pada waktu di masak

Di sini hanya akan di bahas secara umum, dengan mengambil beberapa contoh, mengingat banyak jenis bahan makanan, dan juga banyak cara di lakukan untuk memasak makanan itu. Sebagai contoh akan kita ambil pengaruh memasak terhadap beras, sayuran, dan daging, tiga golongan bahan makanan yang paling penting dan dikenal di Indonesia.

1.

Memasak nasi

Untuk memudahkan pengangkutan dan penyimpanan maka beras di masukan dalam karung. Karung ini tidak selalu bersih, banyak di pakai sekali-sekali. Kemudian penjual eceran menjualnya di toko atau di pasar dalam keadaan terbuka tanpa mengindahkan kemungkinan pengotoran oleh debu dan lain-lain. Justru karena itulah beras sering kali kotor mangandung debu, batu-batu kecil dan mungkin masih mengandung gabah serta di hinggapi serangga.

1.

Memasak sayuran

Di beberapa daerah di Indonesia sayuran di makan dalam keadaan mentah sebagai lalap. Kebiasaan makan seperti ini baik sekali, karena memberikan pada menu sehari-hari sejumlah besar vitamin dan mineral. Tetapi ada biji-bijian yang sebaiknya tidak di makan mentah karena mengandung zat yang merugikan badan. Sayuran yang sudah di masak berkurang kadar zat makananya, karena pengaruh berbagai faktor selama memasak. Jumlah vitamin dan mineral yang dipertahankan tergantung pada sifat yang di miliki oleh zat-zat makanan itu sendiri serta cara memasakyang di lakukan. Sebagian besar vitamin yang sudah rusak ialah yang tergolong vitamin yang mudah rusak oleh panas, yang larut dalam air dan yang mudah di oksidasikan sehingga berubah sifat. Dalam golongan ini yang paling banyak menderita kerusakan ialah vitamin C. jumlah mineral yang dapat berkurang karena larut dalam air pemasak terutama karena terdapat asam-asam organik yang mempermudah pelarutan mineral itu.

Dengan singkat, faktor-faktor yang dapat merendahkan kadar nutrien di dalam sayuran yang di masak ialah :

1.

bila jumlah air perebus yang di pakai terlalu banyak
2.

bila air perebus ini kemudian bila di buang setelah di pakai, dan tidak terus di pergunakan sebagai bagian dari masakan
3.

bila sayuran akan di rebus itu di potong-potong dalam ukuran yang kecil-kecil, dan di biarkan lama sebelum di masak
4.

bila air perebus tidak di biarkan mendidih dahulu sebelum sayuran di masukan ke dalamnya
5.

bila pada waktu merebus, panci di biarkan terbuka
6.

bila di pergunakan panci atau lainya yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin, misalnya alat-alat yang terbuat dari besi, tembaga dan lain-lain.

Sangat menarik hal sayuran yang dimasak dalam sedikit lemak (di tumis misalnya), karena lemak ini dapat meninggikan suhu memasak, sehingga suhu yang diperlukan untuk memasak menjadi lebih pendek. Berbagai vitaminyang mudah rusak oleh suhu memasak, biasanya tidak larut dalam lemak dan lemak mungkin dapat melindungi berbagai vitamin yang mudah di oksidasikan oleh zat asam.

1.

Memasak daging

Daging dapat di masak dengan mengoreng, merebus atau dengan di panggang. Pada umumnya memasak daging tidak akan menurunkan penurunan nilai gizi, bahkan dengan memasaknya, daya cerna (digestibility) daging jauh lebih baik di bandingkan dengan yang mentah. Ini di sebabakan oleh berbagai proses yang di akibatkan oleh suhu terhadap protein (denaturation and coagulation). Suhu memasak dapat menyebabkan terbentuknya zat-zat dengan aroma yang menarik selera, misalnya bau yang di timbulkan oleh kaldu (boullion), daging panggang dan sebagainya. Mungkin dengan mamanggang daging dapat terjadi penurunan kadar zat-zat makanan karena waktu lemak mencair, mungkin terbawa zat-zat makanan yang larut terbakar di dalam arang dan terjadi ikatan-ikatan organic yang merugikan tubuh.

Pengolahan bahan makana untuk dijual ke pasar.

Di Indonesia dikenal banyak sekali makanan ynga telah di olah dengan berbagai cara dengan tujuan memberikan variasi dalam menu sehari - hari. Beberapa dari makanan seperti itu memilki nilai gizi yasng tinggi. Untuk menaqrik perhatian pembeli sering makanan atau minuman yang dijual di beri warna. Produsen makanan rakyat sering menggunakan zat warna yang tidak dipruntukan makanan, karena harganya lebih murah. Yang sering dipergunakan dalah zat warna tekstil.

Tempe

Tempe terbuat dari kacang kedelai yang memilki kadar protein tnggi. Seperti diketahui sumber - sumber protein nabati dengan kadar protein yang tinggi, belum tentu tinggi pula nilai hayatinya. Ini disebabkan oleh lapisan selulosa di dalam jaringan bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang sukar dicerna. Disamping itu pada berbagai kacang terdapat berbagai jenis enzim yang mempunyai fungsi bertentangan dengan enzim - enzim percernaan di dalam tubuh kita (trypsine inhibitor).

Pada pembuatan tempe, jamur yang menumbuhi dapat mencerna sebagian besr selulosa menjadi bentuk yang lebih muda untuk dicerna oleh tubuh manusia. Juga pada proses pembuatan tempe, trypsine inhibitor tadi menjadi tidak aktif lagi, sehingga nilai biologi tempe menjadi lebih baik jika dibandikan dengan kacang kedelai biasa.

Tape singkong

Pada pembuatan tape singkong pada dasarnya ialah proses fermentasi. Hal yang menarik di sini bahwa hidrosianida (HCN) yang mulanya mungkin terdapat dalam sinkong itu akan hilang atau a kan tersisa sedikit sekali setelah diubah menjadi tape. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa keracunan singkong telah membawa banyak korban pada orang - orang yang tidak mengetahui terdapatnya racun ini pada jenis singkong yang tertentu.

Tahu

Makanan ini terbuat dari kacang kedelai dan merupakan makanan yang relative mahal karena tersusun dari dispersed protein yang berasal dari kacang kedelai itu. Pada proses pembuatannya protein kedelai telah di masak dalam waktu yang cukup lama serta di saring, sehingga hasilnya akan mempunyai daya cerna (digestibility) yang tinggi.

Pindang

Makanan ini di buat dengan cara fermentasi juga. Pada pindang yang baik kualitasnya, tulang-tulang ikan pun dapat menjadi sedemikian empuk, sehingga dapat di makan.

Kecap

Kecap di buat dari kacang kedelai yang proteinya sebagian besar telah di hidrolisa (oleh jamur) mendapat campuran asam amino yang mudah di serap.

Ada 6 dasar prinsip pengolahan bahan makanan untuk pengawetan. Keenam prinsip ini adalah:

1.

Pengurangan air - pengeringan, dehidrasi, dan pengentalan
2.

Perlakuan panas - blanching, pasteurisasi, dan sterilisasi
3.

Perlakuan suhu rendah - pendinginan dan pembekuan
4.

Pengendalian makanan - fermentasi dan aditif asam
5.

Berbagai macam zat kimia aditif
6.

Iradiasi

Prinsip pengawetan bahan makanan didasarkan atas bagaimana caranya memanipulasikan faktor - faktor linkungan bahan makanan yang dimaksud. Sebagai contoh mikroba membutuhkan suhu optic untuk pertumbuhannya. Suhu yang lebih tinggi merusak pertumbuhan sedangkan suhu yanag lebih rendah sanagat menghambat metabolisme.

Metabolisme mikroba memerlukan banyak air vbebes penghilangan air secara biologis aktif dengan perlakuan pengeringan atau dehidrasi menghentikan pertumbuhan mokroba. Perlakuan ini juga menurunkan akti fitas enzim dan reaksi - reaksi kimia. Proses ketengikan lipid akan menurun apabila air sruktural yang melindungi dibiarkan tetap seperti semula. Pengaruh penuapan air terhadap perubahan zat gizi dalam prose p[engeringan relative kecil kalau suhu pengeringannya sedang dan bahan makanan dikemas cukup baik. Pengeringan beku yaitu pengringan sublimasi dalam ruangan vakum pada suhu rendah mnemberikan keuntungan lebih daripada pengeringan suhu tinggi ditinjau dari sudut pengawetan gizi.

Pengaruh utama perlakuan panas adalah denaturasi protein seperti innaktif mikroba dan enzim - enzim yang lain. Pasteurisasi membebaskan bahan makan terhadap pathogen dan sebagian besar sel vegetatif mikroba sedangkan sterilisasi dapat didefinisikan sebagai proses memnetikan bsemua mikroba yang hidup. Sterilisasi dengan panas merupakn proses pengawetan makanan yang paling efektif namun mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap zat gizi yang labil, terutuma vitamin - vitamin dan menurunnya nilai gizi protein terutama pada reaksi mallard.

Pengawetan suhu rendah terutama pengawetan dengan suhu beku ditinjau dari banyak segi merupakan cara pengawtan bahan makanan yang aling tidak merugikan. Suhu rendah menghamabat pertumbuhana dan memperlambat laju reaksi kimia dan enzim. Aktifitas enzim dalam danging dapat dikatakan berhenti dalam penyimpanan suhu beku sedangkan untuk penyimpanan bahan makanan sala sebelum pembekuana perlu dikukus terlebih dashulu untuk mencegah perubahan kwalitas yang tidak didinginkan. Susut kandungan vitamin minimal bila dibandingkan dengan cara pengawetan lain. Penyebab utama kerusakan kualitas secara keseluruhan terjadi terutama karena kondisi yang kurang menguntungkan pada proses pembekuan,pengeringan dan pelelehan kristal es (thawing).

Kerusakan bahan makanan yang derajat keasamannya rendah secara relative berjalan cepat. Pertumbuhan organisme penyebab kerusakan bahan makanan sangata terhambat dalam lingkungan yang keasamannaya tinggi. Salah satu cara pengawetan bahan makanan adalah menurunkan Ph bahan makanan tersebut dengan cara fermentasi anaerob senyawa karbohidrat menjadi asam laktat. Keasaman beberapa beberapa bahan makanan dapat dinaikkan dengan penambahan asam seperti cuka atau sama sitrat oleh prose fermentasi kecil. Dalam kandungan zat gizi makanan dapat ditingkatkan terutama melalui sinesis vitamin dan protein oleh mikroba.

Zat aditif berupa zat kimia mempunyai daya pengawet terhadap bahan makanan karena menyediakan lingkungan yang menghambat pertumbuhan mikroba reaksi kimia enzimatis dan kimia. Pengolahan demikian termasuk pola penggunaan agensia kiuring dan pengasapan produk daging, pengawetan kadar gula tinggi untuk sayuran dan buah-buahan serta perlakuan dengan berbagai macam zat kimia aditif. Pengaruh cara initerhadap zat gizi bervariasi namun pada umumnya kecil.

Upaya mengatasi permasalahan gizi dalam pengolahan dan pengawetan makanan

Dalam pengolahan dan pengawetan makanan untuk mencegah hilangnya atau berkurangnya kandungan gizi dan berubahnya tekstur, rasa, warna, dan bau di lakukan hal-hal sebagai berikut:

1.

Mengunakan teknik pengolahan dan pengawetan yang berorientasi gizi.
1.

Memasak nasi
2.

Kehilangan thiamin pada nasi dapat di lakukan dengan cara yaitu sebelum di masak hendaknya pencucian yang di lakukan jangan di ulang-ulang cukup 2 kali saja dan cara masaknya dengan meliwet.
3.

Memasak sayuran
4.

Sebelum di masak sayuran jangan di potong kecil-kecil sebab ruas permukaan yang meningkat akan menyebabkan nilai gizi yang hilang juga banyak.

1.

Gunakan air secukupnya
2.

Biarkan air yang akan di gunakan untuk merebus mendidih terlebih dahulu sebelum sayuran di masukan.
3.

Panci yang di gunakan untuk memasak harus di tutup.
4.

Jangan mengunakan panci atau alat lainya yang terbuat dari logam yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin.
5.

Gunakan air rebusan sebagai kuah.
6.

Pengawetan sayuran dengan cara pendinginan harus memperhatikan suhu optimum sayuran yang di maksud agar tidak terjadi pembusukan karena aktifitas mikroorganisme dan lain-lain.

Contoh: Kol pada suhu 00 C, buncis 7,5-100 C, tepung 7-100C, Wortel 0,1,50 C.

1.
1.
1. Ikan atau daging

1.
1.

pink spoilage dapat di cegah dengan mengunakan larutan sodium hypochlorite atau bahan lain yang serupa, dengan dosis tidak lebih dari 500 ppm.
2.

Case hardening dapat di cegah dengan cara membuat suhu pengeringan tidak terlalu tinggi, atau proses pengeringan awal tidak terlalu cepat.
3.

freezer burn dapat di cegah dengan cara membungkus daging yang di maksud.

Buah

Pada pendinginan buah maka untuk mencegah kehilangan air atau memberi kilap maka kulit buah di lapisi dengan malam atau parafin.

Susu

Pada susu pasteurisasi yang di lakukan mengunakan suhu <600 C sedangkan untuk pembuatan es krim menggunakan suhu 71,10 C selama 30 menit atau 82,2 0 C selama 16-20 detik.

1.

Suplementasi bahan gizi

Pada dasarnya kehilangan bahan gizi seperti lemak asam amino, vitamin, dan mineral pada proses pengolahan sudah bisa di tekan seminimal mungkin jika menggunakan teknik pengolahan yang berorientasi gizi. Kebutuhan tubuh akan bahan gizi yang tidak dapat di penuhi dari bahan yang kita konsumsi dapat di tambah dengan mengkonsumsi bahan lain yang mengandung zat yang kita butuhkan. Salah satu cara yaitu dengan mengonsumsi makanan yang masih segar, sayuran dan lain-lain. Dengan mengkonsumsi buah-buahan segar dan sayuran secara langsung maka kebutuha zat gizi yang kita butuhkan dapat teratasi karena dala buah-buahan dan sayuran segar tersebut sudah terdapat zat gizi seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral.

1.

Bahan tambahan makanan (bahan Aditif) dan kesehatan

Bahan tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazin dikonsumsi sebagai makanan, dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi ataupun tidak, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang praktis dan awet menunjang berkembangnya penggunaan BTM yang secara bermakna berperan besar dalam rantai produksi dan pengolahan sejak abad ke-19. Seiring dengan banyaknya laporan kasus keracunan makanan, Timbul berbagai diskusi dan keprihatinan yang mendalam mengenai keamanan penggunaan BTM, termasuk bagaimana langkah-langkah pengendalian yang tepat diperlukan.

Jenis BTM sangat beragam sesuai dengan fungsi dan tujuan penggunaannya, yaitu sebagai antioksidan, mencegah penggumpalan, mengatur keasamam makanan, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, pengawet, pewarna, pengeras, penyedap rasa, penguat rasa, sekuestran, enzim dan penambah gizi, serta fungsi lainnya seperti pelembab, antibusa, pelarut, karbonasi, penyalut, dan pengisi.

WHO mensyaratkan zat tambahan itu seharusnya memenuhi kriteria sebagai berikut : (1). Aman digunakan, (2). Jumlahnya sekedar memnuhi kriteri pengaruh yang diharapkan, (3). Sangkil secara teknologi, (4). Tidak boleh digunakan utnuk menipu pemakai dan jumlah yang dipakai haruslah minimal. Bahan baku BTM dari bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Namun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik, baik pada hewan maupun manusia.

Agar dapat dengan baik melindungi konsumen dari berbagai masalah keamanan pangan dan industri pangan di Indonesia, berbagai peraturan dikeluarkan oleh instansi terkait. Selain Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang bernaung di bawah Departemen Kesehatan, pengawasan dan pengendalian juga dilakukan oleh Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Departemen Perindustrian.

Suatu jenis BTM menjadi berbahaya bagi kesehatan tidak hanya karena secara obyektif memang merusak kesehatan/tubuh dan karenanya telah dilarang oleh peraturan, juga karena penggunaan BTM yang tidak dilarang tetapi dengan ukuran yang berlebihan dan sering dikonsumsi.

Jenis BTM yang boleh digunakan sepanjang masih sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Sedangkan bahan tambahan yang dilarang digunakan pada makanan berdasarkan Peraturan Menkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan perubahannya No.
1168/Menkes/Per/X/1999 adalah Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalsium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramfenikol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominate vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), dan Kalium Bromat (Potassium Bromate).( F:\Republika Online - http–www_republika_co_id.mht)

Pewarna buatan

Dalam proses pengolahan bahan pangan kadang kala terdapat kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit di pakai untuk mewarnai bahan makanan. Karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut Zat pewarna yang berbahaya dan dilarang digunakan sebagai BTM, obat-obatan dan kosmetika telah diatur menurut ketentuan Peraturan Menkes RI Permenkes RI No. 239/Men.Kes/Per/V/85, yaitu;

Nama


Batas maksimum penggunaan

Merah (45430)


0,1 g/kg (Es krim), 0,2-0,3 g/kg (jem, jeli, saus, buah kalengan)

Hijau (42053)


0,1 g/kg (es krim), 0,2 g/kg (jeli, buah alengan), 0,3g/kg (acar)

Kuning (15985)


0,1 g/kg (es krim0, 0,2 g/kg (jeli, buah kalengan), 0,3 g/kg (acar)

Coklat (20285)


0,07 g/kg (minuman ringan), 0,3 g/kg (makanan lainnya)

Biru (42090)


0,1 g/kg (Es krim), 0,2 g/kg (jeli buahkalengan), 0,3g/kg (acar)

Serta ada beberapa pewarna lainnya seperti:Auramine, Alkanet, Butter Yellow, Black 7984, Burn Umber, Chrysoidine, Chrysoine S, Citrus Red No. 2, Chocolate Brown FB, Fast Red E, Fast Yellow AB, Guinea Green B, Indanthrene Blue RS, Magenta, Metanil Yellow, Oil Orange SS, Oil Orange XO, Oil Yellow AB, Oil Yellow OB, Orange G, Orange GGN, Orange RN, Orchil and Orcein, Poncheau 3R, Poncheau SX, Poncheau 6R, Rhodamine B,SudanI, Scarlet GN, dan Violet 6 B.

1.
1.
1.
1.

Pengawet buatan

Bahan tambahan Pangan Pengawet boleh digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang memproduksi pangan yang mudah rusak. Pencantuman label pada produk pangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan.

Label :

1.
1.
*

Nama produk
*

Berat bersih atau isi bersih
*

Nama dan alamat pabrik yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia.

Pengawet yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan, mencakup:

Nama


Batas maksimum

Asam Benzoat


600/kg (kecap, minumanringan) 1 g/kg (acar, margarin, sari nanas, saus, makanan lainnya

Kalium Bisulfit
50mg/kg(kentang goreng), 100mg/kg(udang beku), 500 mg/kg(sari nanas)

Kalium Nitrit


50 mg/kg (keju), 500mg/kg (daging)

Bahan pengawet lainnya: Asam Propionat, Asam Sorbat, Belerang Oksida, Etil p-Hidroksida Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Meta Bisulfit ,Kalium Nitrat, Kalium Sorbat Kalium, sulfit Kalsium benzoat, Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoat, Natrium Bisulfit Natrium Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit Natrium, Propionat Natrium, Sulfit Nisin Propil-p-hidroksi, Benzoat um Sulfit


Sehubungan dengan teka-teki yang muncul menyangkut keamanan penggunaan bahan pengawet dalam produk pangan, maka berikut disajikan kajian keamanan beberapa pengawet yang banyak digunakan oleh industri pangan

Tabel Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan

Bahan Pengawet


Produk Pangan


Pengaruh terhadap Kesehatan

Ca-benzoat


Sari buah, minuman ringan, minuman anggur manis,
ikan asin


Dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang peka terhadap aspirin

Sulfur dioksida
(SO2)


Sari buah, cider, buah kering, kacang kering, sirup, acar


Dapat menyebabkan pelukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan
alergi

K-nitrit


Daging kornet, daging kering, daging asin, pikel daging


Nitrit dapat mempengaruhi kemampuan sel darah untuk membawa oksigen, menyebabkan kesulitan bernafas dan sakit kepala, anemia, radang ginjal,
muntah

Ca- / Na-propionat


Produk roti dan tepung


Migrain, kelelahan, kesulitan tidur

Na-metasulfat


Produk roti dan tepung


Alergi kulit

Asam sorbat


Produk jeruk, keju, pikel dan salad


Pelukaan kulit

Natamysin


Produk daging dan keju


Dapat menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan pelukaan kulit

K-asetat


Makanan asam


Merusak fungsi ginjal

BHA


Daging babi segar dan sosisnya, minyak sayur, shortening, kripik kentang, pizza beku, instant teas


Menyebabkan penyakit hati dan kanker.

formalin


Tahu, Mie Basah


Kanker paru-paru, Gangguan pada jantung,Gangguan pada alat pencernaan, Gangguan pada ginjal, dll.

Boraks atau Pijer


Baso, mie


Gangguan pada kulit, Gangguan pada otak, Gangguan pada hati, dll

Mencermati kemungkinan gangguan kesehatan seperti yang tercantum dalam Tabel 1, maka FDA mensyaratkan kepada produsen pangan untuk membuktikan bahwa pengawet yang digunakan aman bagi konsumen dengan mempertimbangkan:

*

Kemungkinan jumlah paparan bahan pengawet pada konsumen sebagai akibat mengkonsumsi produk pangan yang bersangkutan.
*

Pengaruh komulatif bahan pengawet dalam diet.
*

Potensi toksisitas (termasuk penyebab kanker) bahan pengawet ketika tertelan oleh manusia atau binatang.

Problematika yang sering terjadi dalam penggunaan bahan pengawet

*

Penggunaan Tidak sesuai dalam ketentuan Depkes
*

Kadar akumulatif tidak pernah dikonfirmasikan dengan DAILY INTAKE
*

Penggunaan bahan ilegal (Borak dan formalin)

Namun demikian perlu diperhatikan hal-hal penting dalam menggunakan bahan tambahan pangan pengawet adalah :

*
o

Pilih pengawet yang benar/yang diijinkan untuk dalam pangan serta telah terdaftar di Badan POM RI.
o

Bacalah takaran penggunaannya pada penandaan/label.
o

Gunakan dengan takaran yang benar sesuai petunjuk pada label.
o

Membaca dengan cermat label produk pangan yang dipilih/dibeli serta mengkonsumsinya secara cerdas produk pangan yang menggunakan bahan pengawet. Contoh BTP Pengawet lengkap dengan penandaan dan takaran penggunaannya.
o

Pemanis buatan

Pemanis yang termasuk BTM adalah pemanis pengganti gula (sukrosa).Pemanis, baik yang alami maupun yang sintetis, merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai nilaigizi (non-nutritive sweeteners).

Mekanisme Kerja Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai pemanis,kecuali berasa manis, harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, sepert (1) larut dan stabil dalam kisaran pH yang luas, (2) stabil pada kisaran suhu yang luas, (3) mempunyai rasa manis dan tidak mempunyai side atau after-taste, dan (4) murah, setidak-tidaknya tidak melebihi harga gula. Senyawa yang mempunyai rasa manis strukturnya sangat beragam. Meskipun demikian, senyawa-senyawa tersebut mempunyai feature yang mirip, yaitu memiliki sistem donor/akseptor proton (sistem AHs/Bs) yang cocok dengan sistem reseptor (AHrBr) pada indera perasa manusia.

Beberapa pemanis buatan yang direkomendasikan oleh Depkes RI

Nama


Batas maksimum penggunaan

Sakarin (300-700x manis gula)


100mg/kg (permen), 200mg/kg (Es krim,jem,jeli)., 300 mg/kg (saus, Es lilin, minuman ringan, minuman yogurt)

Siklamat (30-80x manis gula)


1 g/kg (permen), 2 g./kg ((Es krim,jem,jeli), 3mg/kg (saus, lilin, minuman ringan, minuman yogurt

Citarasa buatan (Penyedap rasa dan aroma)

Cita rasa bahan pangan terdiri dari tiga komponen bau, rasa, dan rangsangan mulut. Untuk membangkitkan tiga komponen ini maka dalam lahan pangan biasanya dalam proses pengolahan di tambahka cita rasa tiruan (sintetik), misalnya amil asetat menyerupai aroma pisang, vanillin memberikan aroma serupa dengan aksetat vanili, dan amil kaproat mempunyai aroma apel dan nanas. Sedangkan untuk membangkitkan cita rasa yang umum di gunakan adalah asam amino L atau garamnya, misalnya monosodium glutamate (MSG) dan jenis nukleotida seperti IMP dan GMP.

Beberapa cita rasa buatan yang direkomendasikan Sdepkes RI diantaranya tertera dalam tabel dibawah ini:

Nama


Batas penggunaan maksimum

Monosodium glutamat (MSG)


Secukupnya

Vanilin (panili)


0,7 g/kg produk siap kosumsi

Benzadehida (Cherry)


Secukupnya

Aldehida sinamat)


Secukupnya

Mentol (mint)


Secukupnya

Eugenol (rempah-rempah)


Secukupnya

Benzilasetat (strawbery)


Secukupnya

Amil asetat (pisang)


Secukupnya

Penstabil

Proses pengolahan, pemanasan atau pembekuan dapat melunakan jaringan sel tanaman sehingga produk yang di peroleh mempunyai tekstur yang lunak. Untuk memperoleh tekstur yang keras, dapat di tambahkan garam (0,1-0,25% sebagai ion Ca). ion kalsium akan berkaitan dengan pectin membentuk Ca-pektinat atau Ca-pektat yang tidak larut. Pada umumnya untuk maksud tersebut di gunaka garam-garam Ca seperti CaCl2 Ca-sitrat,CaSO4, Calaktat, dan Ca-monofosfoat. Hnya sayangnya garam-garam kalsium ini kelarutanya rendah dan rasanya pahit.

Problematika Penggunaan BTM ilegal dimasyarakat

Salah satu yang membuat geger massyarakat Baru-baru ini adalah penemuan kandungan formalin dan Borak pada sejumlah produk makanan, dan sebagian besar pada jenis mi, tahu, bakso dan juga ikan asin, yang selama ini banyak dikonsumsi masyarakat luas. Formalin adalah zat kimia yang mengandung unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, dan mempunyai nama lain formaldehid. Secara fisik terdapat dalam bentuk larutan tidak berwarna dengan kadar antara 37-40%. Formalin biasanya mengandung alkohol/metanol 10-15% yang berfungsi sebagai stabilisator untuk mencegah polimerisasi formaldehid menjadi paraformaldehid yang bersifat sangat beracun. Karakteristik dari zat ini adalah mudah larut dalam air, mudah menguap, mempunyai bau yang tajam dan iritatif walaupun ambang penguapannya hanya 1 ‰, mudah terbakar bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia tertentu. Di pasaran tersedia dalam bentuk sudah diencerkan maupun dalam bentuk padat.

Pemakaian formalin

Formalin bersifat desinfektan, kuat terhadap bakteri pembusuk dan jamur. Oleh karena itu gas formalin dipakai oleh pedagang bahan tekstil supaya tidak rusak oleh jamur atau ngengat. Selain itu formalin juga dapat mengeraskan jaringan sehingga dipakai sebagai pengawet mayat dan digunakan pada proses pemeriksaan bahan biologi maupun patologi.

Dampak formalin terhadap kesehatan

Formalin terbukti bersifat karsinogen atau menyebabkan kanker pada hewan percobaan, yang menyerang jaringan permukaan rongga hidung. Bila dilihat dari respon tubuh manusia terhadap formalin, efek yang sama juga dapat terjadi

Regulasi terkait formalin

Formalin yang bersifat racun tersebut tidak termasuk dalam daftar bahan makanan tambahan (BTM) yang dikeluarkan oleh badan internasional maupun oleh Departemen Kesehatan. Menurut UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, distorsi penggunaan formalin secara sengaja dalam produk makanan dapat diancam pidana penjara maksimal lima tahun atau denda maksimal Rp. 600 juta. Demikian juga Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 melarang penggunaan formalin dalam makanan.

PERSPEKTIF AL QUR’AN

88. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

8. Dan tidaklah kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal.

33. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan.

168. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

KESIMPULAN

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.

untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makananm

jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :

1. pendinginan
2. pengeringan
3. pengalengan
4. pengemasan
5. penggunaan bahan kimia
6. pemanasan
7. Bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain
8. Penggunaan zat aditif (tambahan) dalam makanan dan minuman sangat berbahaya bagi kesehatan masyaratkan, terutama zat tambahan bahan kimia sintetis yang toksik dan berakumulasi dalam tubuh untuk jangka waktu yang relatif lama bagi yang menggunakannya.

1. Keracunan makanan bisa disebabkan oleh karena kelalaian dan ketidaktahuan masyarakat dalam pengolahannya , seperti keracunan singkong.
2. Keracunan makanan bisa juga disebabkan oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan mikroba untuk berkembang biak lebih cepat, seperti karena faktor fisik, kimia dan biologis

SARAN

Bagi produsen makanan hendaknya jangan hanya ingin mendapat keuntungan yang besar tetapi juga memperhatikan aspek kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinyayaitu dengan menggunakan zat aditf yang tidak membahayakan bagi kesehatan

Bagi Dinas kesehatan c/q Pengawasan makanan dan minuman hendaknya sebelum mengeluarkan nomor registrasi mengetahui kandungan zat yang ada didalamnya terutama yang membahayakan kesehatan.

Bagi instansi terkait hendaknya memberikan informasi kepada khalayak luas tentang bahan kimia atau zat tambahan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam makanan dan minuman yang mengganggu kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi; malang UMM press

Dwijopeputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta; Djambatan

Fareliaz, Srikandi. Mikrobiologi Pangan, jakarta; Gramedia pustaka

Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka.

sumber: http://zaifbio.wordpress.com
Tags: Makalah, makanan, pengawet, pengawetan, pengolahan

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG WORTEL PADA TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMPE DAN TEPUNG WORTEL PADA TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN COOKIES


By: NUROKHIM, ERI
Email: library@lib.unair.ac.id
Post Graduate Airlangga University
Created: 2006-03-14 , with 1 file(s).

Keywords: Tempe, carrot, cookies, protein, Acarotene
Subject: COOKIES
Call Number: KKC KK TKM 24/03 Nur p
Tempe is Indonesian traditional fermented food which is often used alternatively as protein source, especially for anxious groups – baby, children under 5 years old, pregnant and lactation women. Former study indicated that tempe flour contains about 48% protein, higher than other foodstuff. Tempe can be processed into tempe flour. Tempe flour is one of cookies ingredients that can be processed into nutritious cookies (high protein cookies). These cookies could be used to reduce energy and protein deficiency. Beside energy and protein deficiency, one of nutrition problem in Indonesia is vitamin A deficiency. Vitamin A deficiency has often happened in Indonesia. Because Indonesian children do not like to eat vegetable. Therefore, children should consume various kind of vegetables. Carrot (Daucus carrota) contains rich 0-carotene, a chemical matter of vitamin A. Carrot contains 12.000 IU vitamin A, higher than other vegetables. Carrot that is processed into carrot flour, could be used as one of cookies ingredients and contains rich (3-carotene cookies.

This study attempt to analyze protein, (3-carotene and dietary fiber content in cookies in various proportion (wheat, tempe and carrot flour). The taste of these cookies are also assessed by using organoleptic test. This study is objected to increase high protein and (3-carotene cookies. The cookies could use to eliminate protein and vitamin A deficiency, that is suffered by Indonesia's children.

The method of the study was "Experimental Laboratory Research" consisted of six groups of treatment and three times replication. So, there were 18 units of experiment. Researcher used various proportion wheat flour : tempe flour : carrot flour (%) i.e. 100 : 0 :0, 60 : 40 : 0, 60 : 35 : 5, 60 : 30 : 10, 60 : 25 : 15 and 60 : 20 : 20. The content of protein, 0-carotene and dietary fiber in dough were analyzed in order to obtain descriptive analysis about the alternation of protein, 0-carotene and dietary fiber content in dough and cookies. Protein, 0-carotene and dietary fiber content in dough and cookies were analyzed in Food Technology and Science Central Laboratory, Brawijaya University. Organoleptic test was conducted in two stages. First, it was tested on adult respondent in SPAG, Surabaya, afterwards was tested on child respondent in kindergarten (TK ABA 6 Mulyorejo, Surabaya).

The result of the study showed that there was a significant difference among treatments on protein and (-carotene content of cookies in various concentration (p<0,05). It is suggested to use cookies by proportion of wheat, tempe and carrot flour (%) = 60:35:5 for children who is on protein deficiency and use cookies by proportion of wheat, tempo and carrot flour (%) = 60:20:20 for children who is on (3-carotene deficiency.
Copyrights:
Copyright © 2002 by Airlangga University Library. Surabaya


Tempe is Indonesian traditional fermented food which is often used alternatively as protein source, especially for anxious groups – baby, children under 5 years old, pregnant and lactation women. Former study indicated that tempe flour contains about 48% protein, higher than other foodstuff. Tempe can be processed into tempe flour. Tempe flour is one of cookies ingredients that can be processed into nutritious cookies (high protein cookies). These cookies could be used to reduce energy and protein deficiency. Beside energy and protein deficiency, one of nutrition problem in Indonesia is vitamin A deficiency. Vitamin A deficiency has often happened in Indonesia. Because Indonesian children do not like to eat vegetable. Therefore, children should consume various kind of vegetables. Carrot (Daucus carrota) contains rich 0-carotene, a chemical matter of vitamin A. Carrot contains 12.000 IU vitamin A, higher than other vegetables. Carrot that is processed into carrot flour, could be used as one of cookies ingredients and contains rich (3-carotene cookies.

This study attempt to analyze protein, (3-carotene and dietary fiber content in cookies in various proportion (wheat, tempe and carrot flour). The taste of these cookies are also assessed by using organoleptic test. This study is objected to increase high protein and (3-carotene cookies. The cookies could use to eliminate protein and vitamin A deficiency, that is suffered by Indonesia's children.

The method of the study was "Experimental Laboratory Research" consisted of six groups of treatment and three times replication. So, there were 18 units of experiment. Researcher used various proportion wheat flour : tempe flour : carrot flour (%) i.e. 100 : 0 :0, 60 : 40 : 0, 60 : 35 : 5, 60 : 30 : 10, 60 : 25 : 15 and 60 : 20 : 20. The content of protein, 0-carotene and dietary fiber in dough were analyzed in order to obtain descriptive analysis about the alternation of protein, 0-carotene and dietary fiber content in dough and cookies. Protein, 0-carotene and dietary fiber content in dough and cookies were analyzed in Food Technology and Science Central Laboratory, Brawijaya University. Organoleptic test was conducted in two stages. First, it was tested on adult respondent in SPAG, Surabaya, afterwards was tested on child respondent in kindergarten (TK ABA 6 Mulyorejo, Surabaya).

The result of the study showed that there was a significant difference among treatments on protein and (-carotene content of cookies in various concentration (p<0,05). It is suggested to use cookies by proportion of wheat, tempe and carrot flour (%) = 60:35:5 for children who is on protein deficiency and use cookies by proportion of wheat, tempo and carrot flour (%) = 60:20:20 for children who is on (3-carotene deficiency.